vickyscasadelsabor.com – Beberapa waktu lalu, dunia pendidikan di Indonesia sempat di warnai perubahan dengan di hapuskannya sistem penjurusan di SMA. Tapi kini, kebijakan itu berbalik arah. Pemerintah memutuskan untuk mengembalikan sistem penjurusan, terutama untuk mempersiapkan siswa menghadapi Tes Keberbakatan Akademik (TKA) pada Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025. Bagi sebagian orang, keputusan ini di sambut positif. Tapi nggak sedikit juga yang bertanya-tanya: apakah sistem penjurusan memang masih relevan? Yuk kita bahas lebih dalam.
Penyebab Sistem Penjurusan Di SMA Kembali
Sistem penjurusan di SMA dengan tiga jalur utama seperti IPA, IPS, dan Bahasa sempat di hapus demi memberi siswa kebebasan eksplorasi. Tapi sejak di berlakukannya sistem SNBT dengan TKA yang cukup menantang, banyak guru dan siswa merasa kesulitan.
TKA 2025 di rancang untuk mengukur kemampuan siswa di bidang tertentu, bukan sekadar tes pengetahuan umum. Dengan kata lain, siswa harus fokus sejak awal, bukan sekadar “ambil semua pelajaran”. Penjurusan pun di anggap solusi yang logis.
Jangan lewatkan kesempatan bermain slot online dengan berbagai bonus menarik! Cukup daftar, login, dan pilih game favoritmu di platform coy99 slot.
Fokus Sejak Kelas 10, Beneran Efektif?
Nah, mulai tahun ajaran 2024/2025 ini, sistem penjurusan berlaku kembali secara bertahap. Beberapa sekolah mulai menerapkan peminatan sejak kelas 10, agar siswa bisa fokus lebih awal sesuai dengan bakat dan minat mereka.
Siswa yang ingin masuk jurusan teknik, misalnya, bisa mengambil jalur IPA dengan fokus ke Fisika dan Matematika. Sementara yang bercita-cita jadi pengacara atau jurnalis bisa lebih maksimal di jalur IPS dengan pelajaran seperti Sosiologi dan Ekonomi.
Dari sudut pandang efektivitas, ini sebenarnya cukup masuk akal. Belajar terlalu banyak mata pelajaran sekaligus tanpa fokus bisa bikin stres dan malah tidak mendalam. Dengan sistem penjurusan, pembelajaran jadi lebih terarah dan sesuai target SNBT.
Pro dan Kontra dari Sisi Siswa
Nggak bisa di pungkiri, sistem ini punya dua sisi yang saling tarik-menarik. Di satu sisi, penjurusan memang bikin siswa lebih siap menghadapi ujian TKA 2025 yang tersegmentasi. Tapi di sisi lain, siswa yang belum tahu minatnya jadi merasa “terjebak” terlalu cepat.
Bayangkan aja, anak umur 15 tahun sudah harus menentukan masa depannya lewat pilihan jurusan. Nggak semua remaja di usia itu sudah punya visi yang jelas.
Namun, ada solusi yang mulai di terapkan beberapa sekolah: masa orientasi peminatan. Jadi, di kelas 10 semester awal, siswa bisa mengeksplorasi dulu beberapa bidang sebelum menentukan jurusan di semester berikutnya. Ini langkah moderat yang cukup bijak.
Dampak Terhadap Persiapan SNBT 2025
Dari sisi teknis, TKA 2025 bukan cuma soal pintar atau tidak. Tes ini mengukur pemahaman mendalam dalam bidang tertentu. Sistem penjurusan membantu siswa mendalami pelajaran yang benar-benar di butuhkan, daripada belajar semua hal secara dangkal.
Dengan RTP tinggi dan potensi kemenangan hingga 5.000x taruhan, spaceman jadi favorit baru di kalangan slot hunter.
Siswa IPA, misalnya, akan lebih siap menghadapi soal Matematika saintek dan Fisika di bandingkan siswa yang tidak fokus sejak awal. Begitu juga siswa IPS yang akan menghadapi soal ekonomi atau geografi.
Sistem ini juga membuka peluang bagi guru untuk mengembangkan metode belajar yang lebih spesifik, bukan hanya mengejar target kurikulum umum.
Dengan sistem ini, sekolah juga punya PR besar. Nggak semua sekolah siap kembali ke sistem penjurusan. Beberapa daerah bahkan masih kekurangan guru spesialis untuk bidang tertentu.
Selain itu, sekolah juga di tuntut untuk memiliki sistem bimbingan konseling yang kuat, agar siswa bisa memilih jurusan dengan lebih sadar, bukan sekadar ikut-ikutan teman.
Guru pun perlu melakukan pendekatan pembelajaran yang lebih mendalam dan kontekstual. Bukan hanya mengajar teori, tapi juga membimbing siswa menghadapi tipe soal TKA yang analitis dan berbasis pemecahan masalah.
Penjurusan untuk Masa Depan atau Justru Langkah Mundur?
Pertanyaan yang sering muncul, apakah ini langkah maju atau mundur? Jawabannya tergantung sudut pandang. Jika di lihat dari sisi SNBT dan kebutuhan perguruan tinggi yang semakin spesifik, penjurusan memang menjadi alat bantu yang sangat relevan. Tapi kalau sekolah dan siswa belum siap secara mental dan teknis, sistem ini bisa jadi beban baru.
Kuncinya adalah fleksibilitas dan pendampingan. Penjurusan bisa jadi alat bantu yang powerful, asalkan siswa tidak langsung di kotakkan tanpa ruang untuk eksplorasi. Sekolah juga perlu memberikan ruang evaluasi dan perpindahan jika memang di temukan ketidakcocokan.
Tinggalkan Balasan